Kisah ini cukup populer pada masanya, sebab arwah korban yang merupakan gadis di bawah umur, mengungkap kasus ini via perantara, dengan memasuki tubuh sahabatnya.
Karakter-karakter yang ada di film pun sesuai dengan aslinya. Meski cerita yang ditampilkan agak sedikit berbeda dengan versi aslinya, film ini sama sekali nggak mengubah konteks yang disampaikan.
Baik Vina versi asli maupun versi filmnya, keduanya merupakan korban dari kejinya kriminalitas geng motor. Usut punya usut, dalang di balik penganiayaan ini merupakan seorang anak polisi. Brutal! Nggak cuma jadi korban pembunuhan, sebelum ajalnya, Vina pun sempat diperkosa ramai-ramai, digilir setelah dipukul dengan benda tumpul berkali-kali.
Barulah mendekati ajalnya, Vina dibawa ke jalan layang dan digeletakan di pinggiran seolah-olah jadi korban kecelakaan. Vina nggak sendirian, dalam filmnya, orang yang menjemputnya juga jadi korban kekerasan. Sedangkan, versi aslinya, korban dari penganiayaan geng motor tersebut, yakni dirinya dan sang kekasih, Rizky.
Film Vina menceritakan jenazah Vina (Nayla Purnama) yang ditemukan di jalan layang Cirebon dianggap mengalami kecelakaan motor tunggal.
Sang nenek (Lydia Kandou) curiga karena tubuh cucunya remuk tak wajar, namun nggak punya bukti yang cukup buat membuktikan kebenaran dari kematian cucunya. Sebelum 7 hari usai kematiannya, Vina merasuki tubuh sahabatnya, Linda (Gisellma Firmansyah) demi ungkapkan kebenaran.
Sama halnya seperti film horror kebanyakan, Vina diceritakan jadi arwah gentayangan karena urusannya yang belum selesai. Dengan alur maju-mundur, penonton dapat dengan mudah memahami kasus penganiayaan ini. Tentunya, film ini sukses membuat penonton terhanyut ke dalam cerita dan turut merasakan penderitaan Vina.
Tapi, agaknya, penyampaian cerita dibuat terlalu bertele-tele. Nggak membuat bosan sih, tapi ada beberapa adegan yang seharusnya bisa ditiadakan. Contohnya, jumpscare. Meski kemunculannya minim, jumpscare yang hadir kesannya terlalu memaksakan, bahkan nggak sedikit juga mudah ditebak.
Pengulangan adegan dalam film ini juga terasa berlebihan. Sebenarnya, film ini potensial jadi film terbaiknya Anggy Umbara, kalau fokusnya diubah jadi Mystery Thriller alih-alih jadiin horror kebanyakan. Lebih cocok jika film ini jadi sajian investigasi mengungkap kasus yang sampai hari ini belum terselesaikan didukung dengan suguhan thriller pembunuhan eksplisit dan bikin ngilu.
Di balik kekurangannya, film ini bisa menyampaikan pesan moral yang cukup pada penontonnya. Lewat film ini, kita bakal melihat contoh penerapan hukum yang tumpul ke atas, tajam ke bawah.
"Di Indonesia tuh hukum belum berjalan semestinya. Yang ingin disampaikan lewat film ini, yuk sama-sama build awareness. Kita stop sampe di sini, jangan ada Vina lainnya. Yang kita mau sampaikan terutama ke pemerintah, pihak berwenang yang lain, ayo sama-sama kita tegakkan hukum. Jangan tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah," ujar Anggy Umbara selaku sutradara film Vina: Sebelum 7 Hari saat press screening film pada Senin (6/5).
Dirinya juga berharap, film ini nggak hanya jadi tontonan saja, tetapi juga jadi sarana untuk memberi doa bagi Vina. (dar/dar)
Produksi film adalah proses kreatif yang melibatkan berbagai tahapan untuk menghasilkan karya audiovisual yang menarik. Dalam dunia sinematik, produksi film...
Read morePre-production dalam dunia film merujuk pada tahap persiapan sebelum proses pengambilan gambar dimulai. Ini adalah periode kunci di mana segala...
Read moreSutradara adalah salah satu elemen paling krusial dalam produksi film. Mereka memiliki tanggung jawab besar dalam mengarahkan proses kreatif dari...
Read moreSinematografi adalah seni dan ilmu dari membuat gambar bergerak yang ditangkap oleh kamera. Ini melibatkan sejumlah teknik dan prinsip yang...
Read more